Pramuka Siaga biasanya memiliki sikap peniru dan penurut kepada yahda/ bundanya. Seperti apa yang tertuang dalam Dwi Darmanya.
Ini merupakan pengalaman yang tak terlupakan disaat melihat suatu peristiwa. Adalah seorang Pelatih Senior di saat melatih Seorang Pramuka Siaga untuk menjadi Pemimpin Upacara besar, peringatan Hari Pramuka. Dalam Gladi bersih semua nampak lancar, siaganya juga melaksanakan tugasnya sesuai yang diintruksikan oleh para pelatihnya.
Adalah sedikit instruksi yang nampaknya benar tapi keliru dipahami oleh seorang anak yang berusia pramuka Siaga. Kesalahan kecil yang akhirnya membuat sang pelatih menyalahkan dirinya sendiri akibat kecerobohannya, Si Pelatih tertunduk lesu dan matanyapun berkaca-kaca,lalu sambil memeluk sang siaga si Pemimpin upacara itu, dia meminta maaf.
Bagainama awal mulanya ?
Pada latihan upacara seperti biasanya Pelatih memberikan arahan bahwa setiap laporan pemimpin upacara kepada kepada Pembina Upacara pada awal dan akhir upacara, harus menirukan apa yang dikatakan Pembina Upacara, yakni contoh apabila Pembina Upacara mengatakan ”Lanjutkan” maka kata itu harus diucapkan/ diulang kembali oleh pemimpin Upacara dengan kata yang sama ”lanjutkan...! ” laksanakan ” maka di ulang ”laksanakan....! ”. Jadi setiap apa yang diucapkan Pembina upacara harus di ucapkan atau ditirukan lagi.
Intruksi tersebut sudah benar, dalam gladi bersihpun juga lancar. Tetapi diluar dugaan bisa saja terjadi. Disaat Pemimpin Upacara ( anak Siaga ) laporan di akhir upacara, bahwa upacara telah selesai. Pembina Upacara mengucapkan ” Terima Kasih dan kembali ke tempat ” , lalu apa kata yang diucapkan kembali oleh Pemimpin upacara .
Sebagai seorang anak siaga yang penurut pasti melaksanakan sesuai intruksi Para Pelatihnya. Nah, si Pemimpin Upacara tentunya mengucapkan kembali yang dikatakan oleh Pembina Upacaranya. ” Terima kasih dan kembali ke tempat... ! ”.
Dari peristiwa ini banyak yang dapat kita ambil hikmahnya dan dijadikan pelajaran. Ada sisi lain yang disoroti selain yang dianggap lebih penting :
Siaga adalah awal pembentukan watak kepribadian, jiwa peniru dan penurut selalu melekat. Menteladani Perilaku Yahda atau Bundanya. Betapa tidak mudah dan cukup berat sebenarnya tanggung jawab menjadi seorang Pembina Siaga.
Membimbing anak Siaga membutuhkan kesabaran yang tinggi dan penuh kasih sayang, membuka jalan pikiran seorang anak menuju usia remaja yang banyak tantangan dan godaan. Menampakan sosok di depan yang harus tetap ceria, pandai bercerita, pandai bergaul seperti motto amongnya, ” Ing ngarsa sung Tulada ”.
Demikian semoga bermanfaat.
Salam Pramuka.
Ini merupakan pengalaman yang tak terlupakan disaat melihat suatu peristiwa. Adalah seorang Pelatih Senior di saat melatih Seorang Pramuka Siaga untuk menjadi Pemimpin Upacara besar, peringatan Hari Pramuka. Dalam Gladi bersih semua nampak lancar, siaganya juga melaksanakan tugasnya sesuai yang diintruksikan oleh para pelatihnya.
Adalah sedikit instruksi yang nampaknya benar tapi keliru dipahami oleh seorang anak yang berusia pramuka Siaga. Kesalahan kecil yang akhirnya membuat sang pelatih menyalahkan dirinya sendiri akibat kecerobohannya, Si Pelatih tertunduk lesu dan matanyapun berkaca-kaca,lalu sambil memeluk sang siaga si Pemimpin upacara itu, dia meminta maaf.
Bagainama awal mulanya ?
Pada latihan upacara seperti biasanya Pelatih memberikan arahan bahwa setiap laporan pemimpin upacara kepada kepada Pembina Upacara pada awal dan akhir upacara, harus menirukan apa yang dikatakan Pembina Upacara, yakni contoh apabila Pembina Upacara mengatakan ”Lanjutkan” maka kata itu harus diucapkan/ diulang kembali oleh pemimpin Upacara dengan kata yang sama ”lanjutkan...! ” laksanakan ” maka di ulang ”laksanakan....! ”. Jadi setiap apa yang diucapkan Pembina upacara harus di ucapkan atau ditirukan lagi.
Intruksi tersebut sudah benar, dalam gladi bersihpun juga lancar. Tetapi diluar dugaan bisa saja terjadi. Disaat Pemimpin Upacara ( anak Siaga ) laporan di akhir upacara, bahwa upacara telah selesai. Pembina Upacara mengucapkan ” Terima Kasih dan kembali ke tempat ” , lalu apa kata yang diucapkan kembali oleh Pemimpin upacara .
Sebagai seorang anak siaga yang penurut pasti melaksanakan sesuai intruksi Para Pelatihnya. Nah, si Pemimpin Upacara tentunya mengucapkan kembali yang dikatakan oleh Pembina Upacaranya. ” Terima kasih dan kembali ke tempat... ! ”.
Dari peristiwa ini banyak yang dapat kita ambil hikmahnya dan dijadikan pelajaran. Ada sisi lain yang disoroti selain yang dianggap lebih penting :
Siaga adalah awal pembentukan watak kepribadian, jiwa peniru dan penurut selalu melekat. Menteladani Perilaku Yahda atau Bundanya. Betapa tidak mudah dan cukup berat sebenarnya tanggung jawab menjadi seorang Pembina Siaga.
Membimbing anak Siaga membutuhkan kesabaran yang tinggi dan penuh kasih sayang, membuka jalan pikiran seorang anak menuju usia remaja yang banyak tantangan dan godaan. Menampakan sosok di depan yang harus tetap ceria, pandai bercerita, pandai bergaul seperti motto amongnya, ” Ing ngarsa sung Tulada ”.
Demikian semoga bermanfaat.
Salam Pramuka.
No comments:
Post a Comment
Tinggalkan Komentar Saran dan Kritik yang membangun agar kami bisa lebih baik di masa depan